25 September 2008

Kesia-siaan belaka

Pengkotbah 1:2-11

"Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawahmatahari? Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapibumi tetap ada."(Pkh 1:2-4).

Kita mungkin pernah bosan dan kewaca dengan hidup ini. Kita selalu menemui hal yang sama dalam hidup ini. Kita lelah dan jenuh menghadapinya. Mengapa semua itu terjadi? Pengkhotbah mengajak kita merenungkan kehidupan yang kita jalani sehari-hari. Pengkhotbah, sesudah mengadakan pencarian dan pengembaran dalam hidup ini, berkata: "Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia"."Segala sesuatu' artinya 'harta benda/uang, kedudukan/pangkat atau jabatan & kehormatan duniawi' yang sering dicari oleh manusia. Manusia kerapkali membanting tulang untuk menggapai itu semua, namun tidak juga terpenuhi keinginannya. Akhirnya hanya kekecewaan & kebosanan yang dialami. Karena itu, pengkhotbah mengajak pendengarnya untuk melihat sisi lain yang lebih penting untuk dicari dalam hidup ini. Harta benda dan kehormatan adalah sia-sia, sifatnya hanya sementara. Kita perlu mencari harta dan kehormatan yang lebih mulia dan kekal, yakni Kebijaksanaan Hidup. Kebijaksanaan Hidup itu tidak lain adalah hidup dekat dengan Allah. Hanya ketika kita hidup dekat dengan Allah, kita akan mampu melihat dan memaknai hari-hari kita dengan penuh syukur. Kita akan mampu melihat rahmat demi rahmat dalam hidup kita. Kita tidak akan bosan menghadapi rutinitas keseharian kita.



Blessed Teresa from Calcuta : "Tuhan memanggilku bukan untuk suskes melainkan Tuhan memanggilku untuksetia"

St.Vincent de Paul : "Berilah Aku manusia pendoa, maka Ia akan mampu melakukan segalanya"


rgs : 26 September 2008

23 September 2008

Bersyukur untuk segala yang kita terima

Bacaan pertama : Amsal 30:5-9

Bacaan Injil : Lukas 9:1-6

Amsal berkata: “Jauhkanlah dariku kecurangan dan kebodohan. Janganlah aku Kauberi kemiskinan atau kekayaan; biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Jangan sampai kalau aku kenyang,lalu menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau kalau miskin, lalu mencuri dan mencemarkan nama Allahku.”

Amsal memberikan nasihat yang sangat bijaksana kepada manusia. Amsal tidak meminta supaya ia menjadi kaya dan juga jelas ia tidak minta supaya menjadi miskin. Entah kaya atau miskin, satu hal yang ia minta, menikmati makanan yang menjadi bagiannya. Itu berarti merasa cukup dan bersyukur untuk segala apa yang ia terima.

Karena, kekayaan dapat membuatnya menyangkal Tuhan. Ia merasa dapat mengandalkan harta bendanya dan tidak menggantungkan diri pada Tuhan. Tetapi, kemiskinanpun ternyata dapat membuat ia mencemarkan nama Tuhan karena segala perbuatan buruk yang ia lakukan. Oleh karena itulah, Amsal menasihati kita untuk merasa cukup dengan apa yang menjadi rejeki kita. Kebahagiaan bukan terletak pada keadaan kaya atau miskin, melainkan terletak pada hati yang mampu mensyukuri segala karunia Tuhan. Dalam semangat inilah, kita dapat mengerti mengapa Yesus mengutus para muridnya dengan larangan untuk membawa apa-apa dalam perjalanan, seperti tongkat, bekal, roti, dan dua helai baju. Itu semua bertujuan agar para murid sungguh-sungguh menyandarkan dan menggantungkan hidupnya pada Tuhan, bukan pada apa yang dimilikinya. Dengan melakukan ini, para murid memberikan kesaksian yang luar biasa, bukan hanya dengan kata-kata melainkan dengan hidupnya sendiri, betapa indahnya hidup yang sepenuhnya tergantung pada kemurahan, kebaikan, dan kerahiman Tuhan. (fr. kurniawan, cm)